Kearifan Lokal, Warna-Warni Masyarakat Adat di Indonesia

Diposting pada

4.1 Masyarakat Adat Kanekes

Masyarakat Adat Suku Baduy

Masyarakat adat Kanekes atau yang biasa dikenal sebagai Suku Baduy memiliki wilayah yang terletak pada 6027’27” – 6030’0″ LU dan 10803’9″ – 10604’55” BT tepatnya di Desa Kanekes, Leuwindar, Rangkasbitung, Banten. Kontur daerah ini berupa perbukitan dengan jurang-jurang yang curam dan hutan yang rimbun sehingga masih begitu asri. Desa Kanekes memiliki luas 5.101,85 ha.

Kata Baduy berasal dari kata badoej, badoewi, badoe’i yaitu julukan bagi masyarakat Kanekes dari orang Belanda. Ditambah ada yang menganggap sebutan itu terjadi karena banyaknya pohon Baduyut sejenis beringin yang banyak tumbuh di desa tesebut. Pada intinya sebutan Baduy muncul setelah masyarakat mengasingkan diri lalu membuat permukiman yang ada sampai sekarang.

Kehidupan pertanian pun lekat pada masyarakat Kanekes terutama padi. Tanaman ini harus ditanam sesuai dengan peratuan turun-temurun yang sudah ditetapkan di wilayah setempat. Arus modernisasi yang mulai merambah beberapa tahun terakhir ini pun membawa corak pekerjaan baru seperti perdagangan, mengolah gula nira, buruh tani, dan lain sebagainya terutama pada masyarakat Baduy Luar.

Sistem religi yang bekembang pada masyarakat Baduy berupa kepercayaan pada roh leluhur dalam satu kuasa Batara Tunggal. Kepercayaan ini disebut Sunda Wiwitan. Masyarakat Baduy Dalam akan lebih ketat akan aturan-aturan tersebut. Sebaliknya agak berbeda pada masyarakat Baduy Luar yang lebih longgar dalam melakukan aturan tersebut.

4.2 Masyarakat Adat Bugis

Masyarakat Adat Bugis

Asal usul masyarakat adat Bugis berawal dari arus migrasi suku Deutro Melayu ke daratan Hindia yang sekarang menjadi Indonesia. Secara etimologi ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi yang artinya orang Bugis. Kata ‘Ugi’ didapatkan dari nama raja pertama kerajaan Tiongkok yaitu La Sattumpugi. Kemudian berkembang menjadi beberapa kerajaan Bugis lainnya.

Kini masyarakat adat Bugis tersebar di Kabupaten Sinjai, Barru, Pinrang, Sidrap, Soppeng, Wajo, Bone, dan Luwu. Kondisi geografis daerah tersebut sebagian besar berupa dataran rendah. Mata pencaharian masyarakat Bugis dibagi menjadi dua yaitu di bidang pertanian (pallaon-ruma) dan nelayan/ pelaut (pakkaja).

Kepecayaan masyarakat Bugis sebagian besar memeluk agama Islam. Hal ini dipengaruhi dahulu kerajaan-kerajaan Bugis merupakan kerajaan bercorak Islam yang cukup besar di Nusantara. Meskipun demikian, tradisi-tradisi nenek moyang beberapa masih dilakukan seperti upacara adat turun ke sawah (palili’), pantangan (pemmali), dewa tertinggi (To Palanroe), dan Lukuh.

4.3 Masyarakat Adat Cigugur

Ritual Seren Taun Masyarakat Adat Cigugur

Masyarakat adat Cigugur berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai tepatnya di Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Di sana nilai-nilai budaya lokal masih tetap terjaga yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan. Salah satunya terdapat upacara syukuran atas panen yang melimpah bernama Seren Taun sejak tahun 1937.

Kekayaan sumber daya alam masyarakat ini dipengaruhi kondisi geografisnya yang berupa dataran tinggi. Hutan yang menghampar luas dengan berbagai flora dan fauna hidup di dalamnya perlu dijaga kelestariannya. Terdapat tiga klasifikasi fungsi hutan oleh masyarakat adat Cigugur yaitu leuweng geledegan, leuweng sampalan, dan leuweng titipan.

Leuweng geledegan merupakan kawasan hutan terdalam atau hutan tua yang masih alami. Pepohonan yang tumbuh pun bervariasi baik besar maupun kecil. Cocok untuk tempat tinggal berbagai satwa liar.

Leuweng titipan adalah hutan yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Tidak boleh dibuka atau diganggu tanpa seizin sesepuh adat. Hutan ini dianggap sebagai titipan dari leluhur yang harus dijaga kelestariannya.

Leuweng sampalan merupakan hutan yang boleh dimanfaatkan oleh masyarakat adat sesuai dengan izin sesepuh adat. Di sini masyarakat boleh bercocok tanam, menggembala, dan mengambil kayu bakar. Biasanya terletak di dekat permukiman. Klasifikasi ini mampu mencegah eksploitasi hutan secara masif.