4.2 Membentuk Lahan Baru
Mangrove mampu memerangkap sedimen lumpur yang di bawa dari arah daratan. Akar-akarnya mampu mengikat dan menstabilkan substrat lumpur sehingga menimbulkan konsilidasi sedimen di kawasan hutan. Sedimen yang memerangkap dihubungkan dengan kemampuan tipe hutan ini yang dapat menciptakan daratan atau lahan baru.
4.3 Mencegah Intrusi Air Laut
Salah satu kemampuan hutan ini adalah mempunyai tingkat salinitas tinggi terhadap air laut. Hal ini disebabkan oleh kelenjar khusus pada daun yang dapat mengeluarkan garam. Bagian hutan terluar atau paling dekat dengan lautan pada umumnya memiliki kemampuan beradaptasi dengan salinitas tinggi untuk mencegah intrusi air laut.
4.5 Penyedia Makanan dan Mineral
Hutan mangrove merupakan salah satu tempat berkembang biak hewan aquatik seperti ikan, udang, kepiting, dan lain sebagainya. Tersedianya makanan dan mineral yang cukup membuat hewan-hewan aquatik sangat melimpah di daerah ini sehingga dapat dimanfaatan masyarakat sebagai bahan pangan maupun bahan dagang.
Selain itu, hutan ini berperan dalam industri kayu karena menghasilkan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan. Selain kayu, tipe hutan ini juga menghasilkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai perekat kayu, penyamak, dan lain sebagainya.
4.6 Sumber Keanekaragaman Hayati
Hutan mangrove juga berperan sebagai penghasil plasma nutfah dan keanekaragaman hayati. Berbagai jenis satwa juga hidup di sekitar hutan mulai dari satwa yang masih melimpah jumlahnya hingga satwa yang mulai langka.
5. Flora dan Fauna di Hutan Mangrove
Berbagai jenis flora dan fauna yang dihidup di hutan mangrove antara lain:
5.1 Flora
Indonesia memang dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragamann flora yang tinggi temasuk di hutan mangrove. Tidak hanya pohon mangrove dan bakau saja melainkan masih banyak jenis lain yang mampu beradaptasi di ekosistem hutan ini.
Jenis tanaman yang mampu beradaptasi di hutan mangrove antara lain Ketapang (Terminalia catappa), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Akasia (Acacia mangium), Nipah (Nypa fruticans), dan Lamtoro (Leucaena leucocephala).
5.2 Fauna
Hutan sebagai rumah bagi fauna yang hidup di alam liar, tetapi tidak semua jenis hutan dapat disinggahi oleh semua jenis fauna. Terdapat beberapa jenis binatang tertentu yang mampu beradaptasi dengan ekosistem tipe hutan ini di antaranya kepiting laga, kepiting oranye, kepiting ungu pemanjat, kepiting semapor, kelomang darat, kelomang mangrove, udang pistol, dan ikan glodok.
Selain jenis fauna di atas, masih ada jenis binatang lainnya yang mampu beradaptasi di tipe hutan ini, misalnya jenis-jenis burung air dan burung darat.
6. Suksesi
Suksesi ekologi merupakan proses perubahan komponen spesies atau komunitas selama beberapa selang waktu tertentu dengan terbentuknya formasi baru suatu habitat karena habitat sebelumnya mengalami perubahan komponen atau gangguan yang disebabkan oleh kebakaran hutan, badai, maupun penebangan hutan secara besar-besaran. Proses terbentuknya formasi baru pada umumnya dimulai dari tingkatan yang terkecil hingga tingkatan yang lebih kompleks.
Banyak metode yang dapat dilakukan untuk pemulihan hutan yang mengalami suksesi, misalnya suksesi sekunder, restorasi, rehabilitasi, dan pergantian ekosistem yang terdegradasi oleh ekosistem yang lebih produktif.
Pemulihan kerusakan hutan mangrove secara cepat dapat dilakukan dengan cara restorasi. Restorasi merupakan pengembalian hutan atau komunitas, komponen alami, spesies, atau fungsi alami aslinya. Tujuan konsep restorasi untuk pemulihan struktur, fungsi, keanekaragaman, dan dinamika suatu ekosistem yang dituju. Restorasi suatu ekosistem melalui proses suksesi agar terbentuk ekosistem yang lebih produktif.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk restorasi hutan yang tersuksesi di antaranya: